Oleh: Sulung Nof*
Menjelang tahun 2023 muncul isu yang diselundupkan di internal relawan untuk mendukung “Anies — Puan”. Jika dirunut, fabrikasinya telah dimulai pada pertengahan tahun 2022.
Apapun dalilnya, tulisan ini akan menawarkan sebuah pencakapan berbasis data agar relawan dan publik tidak terjebak pada manipulasi persepsi yang sedang dimainkan oleh sekelompok pihak.
Relawan sejatinya tegak lurus dengan nilai, bukan bersandar pada orang. Sebab orang bisa berubah, sementara nilai tidak akan berubah. Pada poin ini kita bisa menjaga jarak dengan fanatisme buta.
Relawan mendukung Anies karena ada nilai yang diperjuangkan. Oleh sebab itu, pasangan beliau mestilah selaras dengan nilai tersebut. Sebab politik bukan hanya bicara menang, tapi soal garis perjuangan.
Begini. Kita tentu masih ingat posisi Anies Baswedan pada Pilpres 2014. Ya, beliau menjadi jubirnya. Faktanya relawan yang kontra Jokowi lebih mendukung Prabowo—Hatta dibanding Jokowi—JK.
Mari kita tarik garis waktu lebih jauh, yaitu Pilpres 2004 di mana Megawati Soekarnoputri (PDI-P) berpasangan dengan K.H. Hasyim Muzadi (NU). Di atas kertas, suara Jawa Tengah dan Jawa Timur unggul.
Kenyataannya, yang dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI adalah SBY—JK. Tugas relawan hanya berjuang. Perkara menang—kalah, Allah SWT sudah tetapkan di Lauh Mahfudz (Ali Imran: 26).
Saya tidak tahu persis, mengapa isu “Anies—Puan” kembali diselundupkan. Argumennya telalu lemah untuk dijadikan alasan. Apapun itu, semoga Bapak Anies Baswedan berkenan membaca pesan ini.
Prabowo Subianto adalah saksi hidup yang harus menerima kenyataan pahit ditinggalkan oleh para relawan karena mengambil keputusan yang anti klimaks. Mohon diingat, kita sedang mengusung Koalisi Perubahan.
Sebab jika hanya soal mendapat kekuasaan bagaimanapun jalannya —meskipun berpasangan dengan figur dan parpol yang tidak sesuai kualifikasi, maka ANIES END GAME. Relawan bubar jalan. Selesai.
Bandung, 29122022
*Pendiri dan Sekjen REKANAN / Rekan Anies Baswedan