Dalam beberapa tahun terakhir, muncul tren kontroversial di dunia media sosial yang melibatkan penggunaan orang miskin dan kaum dhuafa sebagai objek konten. Praktik ini telah menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat, terutama di Kota Bandung, dan mengundang keprihatinan akan etika, moralitas, dan dampak sosial dari fenomena tersebut.
Konten yang Memanfaatkan Kesusahan Orang Lain
Berdasarkan wawancara dengan tokoh masyarakat Subarman, munculnya konten-konten di platform media sosial seperti TikTok dan YouTube telah menyorot penggunaan orang miskin atau kaum dhuafa sebagai objek untuk mendapatkan popularitas dan keuntungan. Dengan dalih berbagi atau beramal, konten tersebut menampilkan momen ketika individu yang berada dalam situasi kesulitan diberikan sejumlah uang atau bantuan lainnya. Namun, yang mencemaskan adalah praktik merekam momen ini dan mempublikasikannya untuk mendapatkan jumlah penonton yang besar, sementara pemilik konten justru memperoleh keuntungan yang jauh lebih besar daripada jumlah sumbangan yang mereka berikan.
Kritik dan Dampak Sosial
Kritik terhadap fenomena ini muncul dari berbagai sudut pandang. Dari perspektif moral dan etika, praktik memanfaatkan kesusahan orang lain untuk keuntungan pribadi dianggap melanggar prinsip-prinsip kemanusiaan dan menghormati martabat individu. Selain itu, praktik ini dapat merusak pandangan masyarakat terhadap orang-orang yang menghadapi kesulitan, menguatkan stigma negatif, dan bahkan memperburuk situasi mereka.
Selain itu, tokoh masyarakat Subarman mengungkapkan keprihatinan terhadap dampak ekonomi dan sosial. Fenomena ini dapat mengarah pada peningkatan jumlah gelandangan, pengemis, dan orang-orang yang menghadapi kesulitan ekonomi karena potensi penghasilan yang lebih besar melalui praktik ini daripada pekerjaan formal. Hal ini secara langsung bertentangan dengan upaya masyarakat untuk mengatasi masalah sosial tersebut.
Konten dan Nilai-nilai Agama
Dalam pandangan agama, seperti yang disampaikan dalam wawancara tersebut, tindakan memanfaatkan kesusahan orang lain demi keuntungan pribadi dianggap bertentangan dengan nilai-nilai agama yang menekankan pentingnya memberikan dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan atau keuntungan material. Fenomena ini menunjukkan bahwa pendekatan semacam ini bukanlah amal shaleh, melainkan tindakan yang tidak bermoral dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan yang diusung oleh banyak agama.
Fenomena kontroversial ini mengajak kita untuk merenungkan dampak sosial, moral, dan ekonomi dari praktik memanfaatkan kesusahan orang lain demi keuntungan pribadi di dunia media sosial. Dalam era di mana media sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap pandangan dan perilaku masyarakat, penting bagi kita semua untuk bertindak dengan integritas, empati, dan tanggung jawab. Kita harus berupaya menjaga martabat dan hak-hak individu serta mematuhi nilai-nilai sosial dan agama yang mengajarkan tentang pentingnya memberikan dengan tulus tanpa mengharapkan keuntungan pribadi.