Oleh: Sulung Nof
Ada hal yang membuat saya angkat topi dengan sikap dan pandangan Soe Hok Gie, yakni terkait idealismenya. Meskipun hal itu membuatnya agak kesulitan diterima dalam pergaulan yang sudah terjebak dalam nuansa pragmatisme.
Gie —yang menjadi ikon idealisme dan dianggap sok suci itu hanya bisa mengelus dada ketika menyaksikan beberapa kawan seperjuangannya bergumul dengan trik dan intrik politik yang menawarkan fasilitas dan kemewahan.
Jalan ninja yang mereka tempuh berbeda untuk mencapai tujuan. Membaca karakter Gie dalam sebuah film, mengingatkan saya pada sosok Rocky Gerung. Selain aktivis, beliau juga seorang filsuf dan politisi di luar gelanggang.
Betapapun Rocky Gerung mengagumi sosok Gus Dur dan sama-sama berjuang sebagai aktivis pro-demokrasi, namun ketika Gus Dur bertemu Tommy Soeharto di Hotel Borobudur, beliau pun menggugat Gus Dur untuk lengser.
Di dalam Nawacita, ada jalan pikiran Rocky Gerung di dalamnya. Ketika Presiden Joko Widodo dinilai tidak sungguh-sungguh merealisasikannya, beliau menjadi tokoh yang paling konsisten dan kritis terhadap rezim.
Bagi Soe Hok Gie dan Rocky Gerung, perjuangan politik adalah perjuangan etik dan nilai yang tidak semestinya ditaklukan oleh kepentingan egosentrisme dan uang. Maka kritik itu tetap mampu diucapkan kepada kawan atau lawan.
Berbeda dengan Gie dan Rocky, Ahmad Dhani menyalurkan aspirasinya melalui beberapa lagu. Misalnya lirik lagu Format Masa Depan yang diilhami oleh buku karya M. Amien Rais. Atau lagu Aspirasi Putih juga sarat muatan politisnya.
Sebagai seorang musisi berbakat, Ahmad Dhani punya kecenderungan dalam hal spiritual dan politik. Meskipun statusnya sebagai kader Gerindra, beliau tetap bisa mengkritisi pilihan politik Prabowo Subianto saat menjadi menteri.
Tentu tidak semua orang setuju dengan prinsip yang dibangun oleh Gie, Rocky, dan Dhani. Dan tidak semua jalan pikiran mereka selaras dengan alam pikiran kita. Namun kehangatan percakapan pikiran tetap perlu dirawat. Tabik.
“Jangan pernah takut untuk mengangkat suara Anda untuk kejujuran dan kebenaran serta kasih sayang melawan ketidakadilan, kebohongan, dan keserakahan.” — William Faulkner.
Bandung, 01022023
betul sekali jangan pernah takut untuk mengungkapkan keadilan, tetapi tidak dapat dipungkiri juga bahwa pada saat kita mngungkapkan kejujuran tersebut dianggap perlawanan bagi beberapa orang